Mereka Bergerak Menuntut Keadilan Yang Terpendam?

SOROTREPUBLIKA JAKARTA| Sejak berlangsung pemerintahan Prabowo pada Oktober 2024 mulai lahir keberanian masyarakat untuk menuntut haknya. Ini terlihat dengan aksi demontrasi dari puluhan ahli waris keluarga Toton Cs yang digelar Rabu (6/8)di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Para demontran menuntut hak atas ganti rugi tanah yang telah puluhan tahun menjadi sengketa dengan pengembang PT Metropolitan Kentjana Tbk (PT MK). Aksi massa aksi terlihat memenuhi kawasan Metro Raya di sekitar Pondok Indah Mall, sementara aparat kepolisian berjaga ketat untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan.
Aksi kemarin merupakan kelanjutan dari perjuangan panjang para ahli waris atas tanah seluas 432.887 meter persegi yang mereka klaim telah dikuasai oleh PT MK sejak tahun 1961. Tanah tersebut berlokasi di Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dan disebut sebagai milik keluarga Toton sejak 1958.
Para ahli waris sebelumnya juuga sempat menyambangi Kantor Lembaga Perlindungan Hukum (LPH) GRIB JAYA untuk meminta dukungan hukum atas tuntutan mereka. Mereka menegaskan tidak akan berhenti memperjuangkan hak atas tanah warisan leluhur mereka.
Secara historis, PT MK awalnya menyewa tanah tersebut dari keluarga Toton Cs, namun hanya mengganti rugi seluas 97.400 meter persegi sesuai Surat Keterangan Menteri Agraria Nomor 198 Tahun 1961. Sisanya belum pernah dibayarkan.
Sengketa semakin rumit ketika Pemprov DKI Jakarta, melalui Surat Izin Penunjukan Peruntukan Tanah (SIPPT) Nomor Da II/19/1972, memberikan izin kepada PT MK untuk menggunakan lahan yang diklaim milik Toton Cs.
Hingga tahun 1978, ganti rugi belum juga dibayarkan, namun pada 1982, Pemprov DKI justru memperkuat kerjasama pengembangan wilayah dengan PT MK. Kerjasama itu kembali diperpanjang melalui Surat Nomor 2040/072 pada tahun 1997.
Selanjutnya, tahun 1996, Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Soedirja sempat mendesak PT MK untuk menyelesaikan kewajibannya kepada ahli waris, melalui Surat Nomor 3186/073.3. Desakan serupa juga datang dari Keputusan Menteri Agraria/BPN pada 1999, yang menyatakan PT MK wajib membayar ganti rugi.
PT MK melalui Direkturnya saat itu, Subagja Purwata, menggugat keputusan tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada 2002. Gugatan itu ditolak, begitu pula upaya kasasi ke Mahkamah Agung dan peninjauan kembali ke Peradilan Tata Usaha Negara yang akhirnya juga kandas pada 2004.
Putusan PK Nomor 55 PK/TUN/2003 tanggal 22 September 2004 memperkuat posisi hukum ahli waris Toton Cs. Namun, hingga lebih dari dua dekade sejak putusan inkrah tersebut, ganti rugi tak kunjung dibayarkan oleh pihak PT MK.
Lokasi demo terlihat cukup ramai hingga kemacetan arus lalu lintas terjadi karena kehadiran massa aksi dan aparat pengamanan. Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Metropolitan Kentjana belum memberikan keterangan resmi terkait tuntutan para ahli waris. Mereka bergerak menuntut keadilan. Red