Antara Karier dan Posisi Zigzag
JAKARTA~ Adalah seorang perempuan bernama Sri Puguh Budi Utami (SPBU) menjabat sebagai Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) dari Mei 2018 hingga Februari 2020. Berbeda dengan Brigjen Pol Mashudi yang berkarier di kepolisian, Sri Puguh merupakan lulusan Akademi Ilmu Pemasyarakatan dan mengabdikan diri sekitar 39 tahun di Kementerian Hukum dan HAM, khususnya di bidang pemasyarakatan.
Sebelum SPBU menjabat Dirjenpas, ia pernah menjadi Sekretaris Ditjen Pemasyarakatan dan meniti karier secara linier di pemasyarakatan.Selama masa jabatannya, Sri Puguh dikenal sebagai Dirjenpas perempuan pertama di Indonesia dan berkontribusi dalam berbagai program strategis serta pengembangan kebijakan berbasis bukti.
Setelah masa jabatannya, ia melanjutkan karier di Balitbangkumham sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM.
Mari kita telaah perbandingan karier antara Sri Puguh dan Mashudi terletak pada latar belakang dan jalur karier mereka: Sri Puguh berkarier panjang di Kemenkumham dengan fokus pada pemasyarakatan, sedangkan Mashudi berpengalaman di Polri dengan jabatan di bidang penyidikan dan forensik sebelum menjadi Dirjenpas.
Bukti yang menjulang terkait basic yang berbeda antara Dirjenpas yang berasal dari kepolisian dan yang berasal dari institusi perlapasan (Poltekip) antara lain sebagai berikut:
Pejabat karier dari kepolisian dianggap tidak cocok menjabat sebagai Dirjen Pemasyarakatan (Dirjenpas) karena dinilai tidak sesuai dengan bidang tugas dan kompetensi yang khusus dimiliki oleh petugas pemasyarakatan.
Kritik muncul bahwa pejabat Polri yang menduduki jabatan sipil di kementerian, seperti Dirjenpas, seringkali tidak sesuai dengan bidang keahliannya sehingga dapat mengganggu karier dan kinerja kementerian atau lembaga terkait.
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi pada November 2025 memperjelas bahwa Kapolri tidak lagi bisa menugaskan polisi aktif untuk jabatan sipil strategis tanpa pengunduran diri atau pensiun. Itu menandakan perlunya pemisahan karier antara kepolisian dan instansi sipil seperti Ditjenpas. Tidak boleh rangkap jabatan.
Dalam konteks Dirjenpas, posisi ini sebaiknya diisi oleh pejabat dengan kompetensi dari internal pemasyarakatan daripada pejabat dari kepolisian guna hasil kinerja yang lebih maksimal serta penguasaan persoalan keimigrasian dan pemasyarakatan secara menyeluruh.
Secara ringkas:Pejabat Polri dirasa tidak cocok di Dirjenpas karena bidang tugas dan kompetensi yang berbeda.Karier dan kinerja pejabat kementerian bisa terganggu jika diisi pejabat dari kepolisian yang bukan bidangnya.
Putusan MK tahun 2025 membatasi penunjukan polisi aktif di jabatan sipil strategis.Dirjenpas lebih ideal diisi oleh pejabat karier internal yang paham tupoksi pemasyarakatan.Hal ini agar pengelolaan lembaga pemasyarakatan bisa optimal dan sesuai kebutuhan penegakan hukum di bidang ini. Bila tidak, maka sebaiknya Politeknik Ilmu Pemasyarakatan ditutup saja dan masuk jalur ilmu kepolisian? Red






