Diduga Seorang Oknum Bidan Kabupaten Bogor Lakukan Praktek Aborsi

Diduga Seorang Oknum Bidan Kabupaten Bogor Lakukan Praktek Aborsi

Bogor, sorotrepublika.com - Seorang oknum Bidan berinsial F yang berpraktek di daerah Kabupaten Bogor di duga melakukan praktek aborsi terhadap pasien yang berinsial U

Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya alat alat seperti selang, dan yang mengantar pasien tersebut diperbolehkan menunggu berjam-jam sambil tiduran di tempat praktek bidan, tentu sangat janggal kalau hanya periksa kehamilan ataupun sekedar konsultasi.

Ketika awak media mendatangi tempat prakteknya, Bidan F menjelaskan bahwa sudah satu tahun ijin prakteknya belum diperpanjang, namun kalau ada pasien yang datang tetap kita layani.

"Sudah Satu Tahun yang lalu ijin saya belum diperpanjang tetapi kalau ada pasien yang datang kami tetap layani, terkait pasien tersebut betul memang pernah beberapa kali datang ke tempat saya untuk priksa kandungan," terangnya, Senin, (15/01/24).

Pengakuan bidan (F) yang disampaikan kepada awak media menegaskan bahwa pasien tersebut datang hanya mengecek kehamilan, tentu ini berbeda dengan apa yang dikatakan oleh pasien.

Pada kesempatan lain, pasien U tersebut menjelaskankan pada awak media bahwa dirinya pernah datang ke tempat praktek bidan tersebut

"Saya pernah datang ke bidan (F) dan saya menggugurkan kandungan saya dibantu bidan dan ditemani oleh H, (teman dekat U : Red)" jelasnya.

Jika benar ini jelas ada perbuatan melawan hukum dan disamping itu melanggar SOP kebidanan, karna yang dapat melakukan tindakan tersebut harus orang yang punya kompetensi yang sudah diatur dalam peraturan UU kesehatan.

Dokter harus dapat memberikan konseling yang memadai pada pasien yang meminta aborsi, tanpa berusaha menggurui atau menghakimi. Tanggung jawab seorang dokter/bidan sebagai tenaga medis profesional adalah memberikan informasi yang meluruskan terkait keamanan dari tindakan aborsi tanpa indikasi kesehatan ibu, legalitas aborsi di Indonesia, serta menasehati pasien untuk tetap mempertahankan kehamilannya sembari memberi informasi seputar antenatal care yang memadai.

Oleh karena itu, akan sangat dibutuhkan kemampuan komunikasi yang efektif agar membuat pasien merasa nyaman dan didengarkan sehingga bisa membuat pasien mengurungkan niatnya untuk melakukan aborsi yang tidak aman.

Pengaturan aborsi terkait hal pelaksanaan pengguguran tanpa indikasi medis untuk kesehatan ibu dalam sistem hukum pidana di Indonesia diatur dalam Pasal 299, Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348 dan Pasal 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.[7

Sanksi bagi pelaku pengguguran kandungan seorang wanita dengan persetujuan wanita yang bersangkutan tercantum pada Pasal 348 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:

Pasal 348 berbunyi, "Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama Lima Tahun Enam Bulan. 

Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun" (7)

Sementara itu, ketentuan pada Pasal 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ialah, jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.(7)

Selain di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana juga telah diundangkannya dalam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang juga mengatur tindak pidana aborsi yang terdapat dalam Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77, Sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (8)

Adapun Kondisi yang Membolehkan Tindakan Aborsi:

Aturan normatif legal formal secara umum melarang tindakan aborsi dengan memberikan ruang darurat untuk kasus-kasus tertentu. Syarat dan ketentuan yang lebih jelas tentang pelaksanaan aborsi yang diizinkan termuat dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan:

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: 

sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; 

oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; 

dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; 

dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan 

penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri (6,8)

Edukasi Pasien yang Meminta dan Menginginkan Aborsi

Abortus provokatus bukan solusi yang tepat dari kehamilan yang tidak diinginkan, mengingat janin yang dikandung mempunyai hak untuk hidup sesuai dengan hukum di Republik Indonesia, apalagi jika tidak terdapat indikasi kedaruratan medis yang memang dapat membahayakan ibu. Jalan keluar terbaik adalah dengan memberikan konseling secara khusus dari konselor, dokter umum atau dokter kandungan.

Sampai berita ini tayang awak media masih melakukan pendalaman dan mengkonfirmasi pihak pihak terkait. (TIM)